Kamis, 10 Mei 2012

Cokelat Valentine

Coklat Valentine

Bahan & Alat :
- coklat blok (variasi rasa)
- panci besar dan panci kecil
- air panas
- cetakan berbagai bentuk

cara membuat :
1. siapkan panci besar berisi air panas
2. masukkan panci kecil di dalam panci besar
3. potong coklat blok kemudian masukkan ke dalam panci kecil, jangan sampai terkena air atau uap air
4. tunggu hingga lumer sambil diaduk perlahan
5. cetak ke dalam cetakan
6. bekukan, bila perlu ke dalam kulkas
7. coklat siap diambil dan disajikan

Stabilizer dan Emulsifier


Stabilizers dan Emulsifiers
            Tujuan utama penggunaan stabilizer pada es krim yaitu untuk menghasilkan kelembutan pada tekstur dan body es krim, menghambat pertumbuhan kristal es selama spenyimpanan, menghomogenkan dan menambah ketahanan es terhadap kelelehan. Fungsi Stabilizer berdasar kemampuannya membentuk struktur gel di air, atau stabilizer mampu berikatan dengan air sebagai air hidrat.
            Emulsifier adalah suatu substansi yang akan membantu pembentukan suatu emulsi dari dua cairan yang tidak tercampur secara alami. Fungsi dari agen pengemulsi pada es krim adalah menambah kualitas whipping pada campuran, memberikan tekstur lembut, mudah dikontrol selama pengolahan selanjutnya, memberi kesan kering saat es krim dikeluarkan dari freezer.
Stabilizers
            Moss (1955) menyatakan bahwa, es krim yang distabilkan dengan baik akan memiliki body yang lebih berat, tidak terasa terlalu dingin, dan akan mencair dalam konsistensi krim yang lebih baik bila dibandingkan dengan es krim tanpa stabilizer.
            Doan dan Keeney (1965) menyatakan bahwa pada kebanyakan aplikasi pangan, stabilizer digunakan sebagai agen pengemulsi, pelarut, dan pengental. Semua stabilizer meningkatkan viskositas dari porsi tak beku yang menghambat migrasi molekul ke nuklei kristal, akibatnya ukuran kristal terbatas. Kemampuan stabilizer untuk mengikat sejumlah besar air menyebabkan tekstur lembut dari es krim dapat terjaga.
            Shipe et al. (1963) menemukan bahwa efek dari stabilizer terhadap karakteristik pembekuan es krim berkaitan dengan perubahan viskositas dan laju migrasi solut melalui membran dialisis. Migrasi dari solut dipercaya mempengaruhi laju kristalisasi.
a.      Gelatin
Gelatin merupakan stabilizer komersial pertama, hingga saat ini masih sering digunakan. Keuntungannya terletak pada kemampuannya membentuk gel pada campuran selama penyimpanan,  saat proses pendinginan, dan meski setelah produk beku diletakkan di ruang  pembekuan. Struktur gelnya yang unik dan afinitasnya yang besar terhadap air mencegah terbentuknya kristal es yang besar pada eskrim sehingga berkontribusi pada kelembutan eskrim. Jumlah gelatin yang digunakan tergantung dari banyak faktor, misalnya sumber gelatin, kekuatan gel nya, nilai viskositasnya, komposisi campurannya, dan lain-lain.
b.      Sodium alginat
Sodium alginat merupakan stabilizer yang terbuat dari sumber nabati. Alginat diekstrak dari algae yang tumbuh di lautan sekitar California dan Jepang. Produk komersial biasanya ditambah dengan sejumlah kecil gula dan sodium sitrat untuk meningkatkan kelarutannya dan menstandardisasi sifat penstabilnya. Keuntungannya antara lain dapat meninggalkan kesan flavor bersih dan meningkatkan kemampuan mengembang. Sodium alginat terlarut dengan baik pada suhu 155-160°F. Sodium alginat dikombinasikan dengan garam fosfat adalah stabilizer nabati yang banyak digunakan dalam eskrim.
c.       Satabilizer lain (Carrageenan, Agar-Agar, CMC, Pektin, Guar Gum, dll)
Carrageenan diekstrak dari Carrageen (irish moss), suatu rumput laut yang tumbuh di Massachusetts, Perancis, dan irlandia. Karagenan diklaim dapat ditambahkan dalam campuran semudah gelatin.
Agar-agar, merupakan produk yang diekstrak dari alga merah yang tumbuh di perairan pasifik. Disarankan untuk dikombinasikan dengan gelatin atau gum untuk pengguanaan pada sherbets dan ices. Meskipun agar-agar mengembang dan menyerap banyak air dan karenanya mampu mencegah coarseness pada produk jadi, agar-agar tidakmudah terdispersi pada campuran dan cenderung membentuk crumbly body.

Emulsifier
Emulsifier adalah substansi yang cenderung terkonsentrasi pada interfase antara lemak dan plasma dan mengurangi tensi permukaan sistem. Nilai dari agen pengemulsi terletak pada kemampuannya meningkatkan kualitas whipping dari campuran, memproduksi es krim yang lebih kering dengan tekstur dan body yang lebih lembut, serta lebih mudah dikontrol dalam proses pembuatannya.
Terdapat dua tipe emulsifier yang digunakan dalam industri es krim, yaitu (1) mono- dan digliserida yang diturunkan dari reaksi kimia alami gliserida dan (2) polyoxyethylene derivative dari hexahydric alkohol, glikol dan ester glikol.
Monogliserida meningkatkan dispersi lemak dan kemampuan mengembang dan memiliki efek yang besar terhadap kekakuan dan laju kelelehan dari es krim. Sedangkan polyderivatives efektif dalam membentuk dryness, kekakuan, dan meningkatkan waktu leleh.
Meskipun emulsifier seperti mono- dan digliserida lebih dikenal, namun susu juga mengandung agen pengemulsi alami, termasuk protein susu, lesitin, fosfat, dan sitrat.

Jumat, 06 April 2012

Wine


Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang difermentasi.  Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzyme, ataupun nutrisi lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari type tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur dan mengubahnya menjadi alcohol.  Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada type dari wine yang akan diproduksi (Johnson, 1989).
Teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali dikembangkan oleh orang Mesir pada tahun 2500 sebelum Masehi.  Dari mesir budidaya dan teknologi pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam sampai ke Spanyol, Jerman, Prancis, dan Austria.  Sejalan dengan perjalanan Columbus teknologi pengolahan dan budidaya anggur mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika Selatan, Asia termasuk Indonesia, dan Australia.  Penyebaran ini juga menjadikan anggur mempunyai beberapa sebutan, seperti grape di Amerika dan Eropa, putao di China, dan Anggur di Indonesia.
Dalam industri pengolahan makanan, buah-buahan biasanya s diolah menjadi manisan dan jus, buah-buahan juga dapat diekstrak dan difermentasi menjadi wineWine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari jus buah, terutama anggur yang difermentasi dengan bantuan yeast/khamir. Wine yang dibuat dari buah-buahan dikenal dengan nama fruity wine atau anggur buah.
Pada dasarnya hampir semua buah dapat dibuat wine terutama yang mengandung gula (15 - 18%). Selain anggur, buah-buahan yang pernah diolah menjadi wine yaitu pisang, mangga, dan belimbing. Menurut Hidayat (2008), buah yang baik untuk digunakan dalam pembuatan wine apabila mengandung asam-asam seperti asam tartart, malat dan sitrat. Asam tartart adalah antioksidan dan menghasilkan rasa asam. Asam malat juga dikenal sebagai asam buah terutama pada apel. Asam sitrat adalah pengawet alami dan juga memberi rasa asam.
Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi bahan baku, proses fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik alami atau disengaja dalam periode setelah fermentasi selesai (Kanlan, dkk, 2009).


A.1. KOMPOSISI ANGGUR
Anggur dapat diolah menjadi wine karena memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu 75 – 150 mg/ml (Effendi, 2004). Buah anggur yang telah dihancurkan disebut must, yang terdiri dari 85 – 95% sari buah, 5 – 12% kulit, dan 0 – 4% biji. Komposisi must adalah seperti pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Komposisi Must
Komponen
Gram/100 ml
Air
70-85
Karbohidrat
15-25
Glukosa
8-25
Fruktosa
7-12
Pentosa
0.08-0.20
Pektin
0.01-0.10
Inositol
0.02-0.08
Asam organik
0.3-0.08
Tartarat
0.2-1.0
Malat
0.1-0.8
Sitrat
0.1-0.05
Asetat
0.00-0.02
Senyawa-senyawa nitrogen
0.03-0.17
Mineral
0.3-0.5
Sumber : Katlan, dkk, 2009.

Gambar 1. Struktur Dinding Sel Anggur

Dari gambar tersebut dapat terlihat adanya hemiselulosa, selulosa, pektik polisakarida, dan struktur protein dari sel anggur. Pada tempat-tempat tersebutlah enzim dalam pembuatan wine akan bekerja.
A.2. YEAST
Yeast/khamir yang berperan dalam fermentasi, umumnya Saccharomyces sp. Yeast akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah dan mengubahnya menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cereviceae biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30°C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir jenis ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa (Fardiaz, 1989).  Fermentasi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35°C, proses ini dapat berlangsung 35 – 60 jam.
A.3. KOMPOSISI WINE
Semakin tua umur suatu wine, kualitas wine yang dihasilkan juga semakin baik. Hal itu disebabkan semakin lama penyimpanan, anggur akan terus mengalami proses fermentasi. Kandungan alkohol pada wine berkisar 15-20%.
Dilihat dari komposisi gizinya, wine termasuk minuman yang mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Kandungan energi pada wine sangat bervariasi, tergantung jenisnya, yaitu antara 50-160 kkal/100 gram. Energi padawine umumnya berasal dari karbohidrat, terutama gula. Wine tidak mengandung lemak sama sekali. Kandungan mineral yang cukup berarti pada wine, yaitu kalium (antara 80-112 mg/100 gram), kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, dan selenium (Kanlan, dkk, 2009).

A.4. JENIS-JENIS WINE
a.       Red Wine
Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes).  Beberapa jenis anggur merah yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah merlot, cabernet sauvignon, syrah/shiraz, dan pinot noir.

b.      White Wine
White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape). Beberapa jenis anggur hijau yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah chardonnay, sauvignon blanc, semillon, riesling, dan chenin blanc.

c.       Rose Wine
Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda atau merah jambu yang dibuat dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan Red Wine. Di daerah Champagne, kata Rose Wine mengacu pada campuran antara White Wine dan Red Wine.
d.      Sparkling Wine
Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbon dioksida di dalamnya. Sparkling Wine yang paling terkenal adalah Champagne dari Prancis. Hanya Sparkling Wine yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa Champagne dan diproduksi di desa Champagne yang boleh disebut dan diberi label Champagne.
e.       Sweet Wine
Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi (residual sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis.
f.       Fortified Wine
Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi dibandingkan dengan wine biasa (antara 15% hingga 20.5%). Kadar alkohol yang tinggi ini adalah hasil dari penambahan spirit pada proses pembuatannya.
g.      Fruity Wine (anggur buah)
Fruity Wine (anggur buah) adalah minuman beralkohol hasil fermentasi sari buah dengan atau tanpa Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan.  Sari buah yang biasa digunakan oleh winemaker dalam pembuatan wine adalah buah anggur, karena memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu 75 – 150 mg/ml. 

B.  proses pembuatan wine secara umum :
1. Penghilangan batang (Destemming)
Destemming adalah proses pemisahan batang dari buah anggur yang digunakan dalam pembuatan wine. Berdasarkan proses pembuatan wine, penghilangan batang dilakukan sebelum penghancuran (crushing) dan fermentasi, misalnya pada pembuatan red wine. Namun ada juga yang dilakukan bersamaan dengan penghancuran. Bahkan ada destemming yang tidak dilakukan seperti pada pembuatan white wine. Tujuan dilakukan penghilangan batang untuk menurunkan tanin dan flavor vegetal pada produk wine yang dihasilkan.

2. Penghancuran buah (Crushing)
Penghancuran merupakan proses perusakan kulit, pembebasan isi yang berada di dalam buah. Untuk white wine kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan red wine dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10°C dalam waktu 24 – 48 jam. Pada penghancuran buah, terdapat enzim pektinase untuk menghancurkan material anggur. Secara alami, pektin terkandung dalam daging buah yang ditemukan di antara dinding sel. Enzim lain yang berperan dalam crushing adalah selulose dan hemiselulose.
3. Fermentasi
Fermentasi wine adalah proses dimana mash anggur bersama-sama dengan diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 – 10 hari,white wine 10 – 15 hari. Pada umumnya yeast terdapat dalam buah anggur. Namun penambahan yeast dilakukan untuk menghindari hasil yang tidak diharapkan pada produk akhir wine.
Selama fermentasi, yeast mengkonsumsi substrat gula dari mash anggur sehingga dihasilkan alkohol dan karbondioksida. Suhu selama fermentasi dapat mempengaruhi rasa pada produk wine. Pada red wine 22 – 25°C dan pada white wine 15 – 18°C. Setiap gram gula yang diubah menghasilkan setengah gram alkohol. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi antara lain glukosidase, protease, dan β glukanase.

4. Penjernihan (Clarifying)
Penjernihan dilakukan untuk menghilangkan partikel yang mengganggu kenampakan wine. Proses klarifikasi ini terdiri dari penghilangan partikel kasar yang berukuran 5 – 10 mikrometer dan penghilangan partikel yang berukuran 1 – 4 untuk menjernihkan wine. Pada proses ini dibantu oleh enzim pektinase. Partikel pada must anggur memiliki pektin secara alami maupun yang ditambahkan, menjadikan muatannya negatif. Karena pektinase mendegradasi ikatan pada must, sehingga partikelnya ada yang bermuatan positif. Partikel yang muatannya berlawanan dapat bergabung dan terjadilah flokulasi. Partikel yang berat molekulnya lebih besar akan mengendap di bagian bawah sehingga memnudahkan untuk menjernihkan wine.

5. Penuaan (Aging)
Penuaan merupakan tahap penyimpanan wine yang akan mempengaruhi cita rasa wine. Hal yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25 μg/ml sebagai antimikrobia dan antioksidan. Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah fermentasi alkohol. Pada wine merah yang sudah tua antara 1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak).

6. Pengemasan (Packaging)
Setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu maka wine biasanya dikemas dalam botol dengan berbagai bentuk. Kemudian, wine siap untuk dikonsumsi. Biasanya wine dikomsumsi dengan wadah gelas yang berkaki
Dalam proses pembuatan wine, peran beberapa jenis enzim cukup signifikan, khususnya pada proses penghancuran, fermentasi, dan penjernihan. Enzim-enzim yang memiliki peranan penting yaitu pektinase, glikosidase, selulase dan hemiselulase, serta beta-glukanase. Bentuk-bentuk enzim yang ditambahkan dapat berupa bubuk dan cair. Cara penambahannya dapat dilakukan dengan penyemprotan (liquid enzyme), penambahan dalam tangki sebelum penjernihan, dan pemompaan saat penghancuran.



C. ENZIM YANG BERPERAN
a. Pektinase
Enzim pektinase pada dasarnya sudah ada dalam buah anggur, namun berada dalam bentuk inaktif pada pH saat pembuatan wine. Oleh karena itu, perlu penambahan pektinase dari luar. Pektinase secara komersial dihasilkan dari Aspergillus niger. Pektinase komersial biasanya diaktifkan pada suhu 45 - 55ºC dan bekerja dengan baik pada pH 4,8 sampai 5.
Dalam pembuatan wine, pektinase berperan dalam menghidrolisis pektin tak larut (protopektin) yang terdapat pada bubur kulit buah anggur. Enzim ini bekerja pada proses maceration (penghancuran buah) dan clarification (penjernihan). Pektin yang terhidrolilis menyebabkan viskositas jus buah menurun sehingga lebih mudah mengalir dan lebih jernih karena kekeruhan (cloudiness) pada jus disebabkan karena kandungan pektin dalam jus tersebut.
Ada tiga jenis pektinase, yaitu pektin lyase (PL), pektin metil esterase (PME), dan poligalakturonase (PG). Unit asam poligalakturonat terikat dengan gugus metil pada pektin dalam buah anggur. PL akan mengenali dan memotong di antara unit tersebut sehingga struktur pektin terpecah. Selama proses pematangan, kandungan PME meningkat dan enzim ini akan memecah gugus metil dari rantai poligalakturonat sehingga pektin menjadi pektat. Ketika gugus metil hilang, maka PL tidak bisa mengenali substratnya. PG akan mengambil alih karena PG dapat mengenali asam galakturonat tanpa gugus metil yang terikat padanya (pektat) (Lourens dan Pellerin, 2000).








b. Glikosidase
Dalam pembuatan wine anggur, enzim ini berperan dalam melepas residu gula dari molekul yang lebih kompleks. Beberapa senyawa pembentuk flavor pada anggur terikat pada residu gula, contohnya monoterpenten dan turunan C13-norisoprenoid. Senyawa prekursor aroma dalam anggur tidak bersifat volatil. Ketika residu gula ini dihilangkan, prekursor tersebut menjadi volatil dan berkontribusi terhadap aroma khas wine. Anggur yang mengandung glikosidase mampu melepaskan senyawa aromatik terpenol dari prokursor non-aromatik. Namun, dalam pembuatan wine, enzim ini tidak terlalu efisien karena pH optimumnya yang berada pada pH 5, sedangkan pH wine antara 3 – 4. Proses penjernihan pada must juga akan menyebabkan aktivitas glikosidase terhenti (Laorens dan Pellerin, 2000).
c. Beta – glukanase
Enzim beta-glukanase endogenus dihasilkan oleh Trichoderma harzianium. Penggunaan enzim ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan proses filtrasi wine. Selain itu, beta-glukanase yang ditambahkan pada saat proses fermentasi berfungsi untuk mempercepat proses autolisis yeast. Dinding sel yeast terdiri dari rantai glukan dan manoprotein. Selama dan setelah proses fermentasi, yeast akan mengalami autolisis yang menyebabkan komponen-komponen dalam sel keluar melewati dinding sel. Secara alami proses ini akan memakan waktu lebih dari bulan setelah fermentasi. Untuk mencapai proses autolisis yang memakan waktu kurang dari 8 bulan, maka harus ditambahkan enzim glukanase komersial. Proses autolisis memiliki keuntungan dalam meningkatkan kualitas wine terutama flavor, yang berasal dari polisakarida yang telah dipecah-pecah menjadi molekul sederhana selama fermentasi. Komponen lain yang dilepaskan selama autolisis juga akan memberikan kontribusi pada flavour wine dan sifat khasnya (Lourens dan Pellerin, 2000).


d. Selulase dan Hemiselulase
Enzim selulase dan hemiselulase berperan untuk menghidrolisis komponen selulosa dan hemiselulosa di dalam must pada pembuatan wine. Kedua enzim ini bekerja berbarengan dengan pektinase, penambahannya dilakukan pada saat penghancuran buah. Proses degradasi selulosa akan menghasilkan cellobiose yang selanjutnya akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana oleh selulase. Kerja sama antara selulase, hemiselulase, dan pektinase diharapkan dapat memberikan sinergi dalam memecah berbagai molekul yang terdapat dalam jus sebelum diolah menjadi wine. Akibatnya jus akan terdiri dari solid larut dan tidak larut dalam jumlah tinggi, yang kemudian akan disaring untuk menghasilkan jus jernih (Noer F, 2008). Penambahan pektinase dan selulase selama proses ekstraksi akan memecah ikatan antara pektin dan selulosa sehingga pektin terbebaskan dalam jus. Selanjutnya pektin akan didegradasi oleh pektinase untuk meningkatkan fluiditas jus yang dihasilkan (Bickerstaff).
e. Protease
Pada proses pembuatan wine, kandungan protein berasal dari proses autolisis sel yeast dan dari anggur sebagai bahan mentah. Aktivitas enzim proteolitik endogenus seperti protease, yang dilepaskan dari autolisis yeast akan menyebabkan hidrolisis komponen protein menjadi asam amino selama proses fermentasi. Enzim ini dapat dihasilkan oleh Aspergillus oryzae dan memiliki pH maksimum sekitar 2.0 dan stabil pada suhu sekitar 50°C. Menurut penelitian, penggunaan campuran protease komersial dariyeast yang diberikan pada pembuatan wine akan memberikan efek positif pada rasa dan aroma wine (Reed, 1975).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Fermentasi Wine. Diakses dari http://ptp2007.wordpress.com/2008/02/08/fermentasi-wine/ pada 26 Desember 2011 pukul 14.19
Anonim. 2009. Pembuatan Wine. Diakses dari http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/ pada 26 Desember 2011 pukul 14.19
Bickerstaff, Gordon F. Enzyme in Industry and Medicine. Scotland: Edward Arnold.
Kanlan, dkk. 2009. Makalah Wine. Diakses darihttp://www.scribd.com/doc/24465023/Makalah-Wine
Whitaker, John R. Principles of Enzymology for the Food Science, Second Edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Reed, Gerald. 1975. Enzymes in Food Processing Second Edition. New York: Academic Press Inc.
Lourens, Karien dan Patrice Pellerin. 2000. Diakses darihttp://www.wynboer.co.za/recentarticles/0411enzymes.php3